Komunikasi Antarpribadi: Ilkim dalam Komunikasi Kelompok bagian II


2.1  Konfirmasi dan Diskonfirmasi Antar Pribadi
     Dalam sebuah kelompok seringkali terjadi peristiwa dimana pertanyaan tidak dijawab dan ide-ide diabaikan oleh anggota kelompok yang lain. Pada umumnya, keluhan yang biasa terjadi dalam sebuah kelompok adalah anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok yang lain sulit berkomunikasi dengan baik, terdapat perasaan tidak nyaman, dan kadang-kadang terdapat anggota kelompok yang diabaikan. Apabila fenomena-fenomena tersebut dibiarkan  begitu saja terjadi, maka dapat mengakibatkan hilangnya kepuasan anggota kelompok dalam mengerjakan tugas dan menghambat proses interaksi yang terjadi dalam kelompok. Salah satu contoh konkretnya adalah ketika kita menghadiri serangkaian pertemuan, hampir tidak ada orang yang secara langsung mengakui apa yang orang lain katakan. Sebaliknya, pertemuan malah berjalan seperti serangkaian percakapan sendiri. Tidak heran jika sebagian besar anggota kelompok mengekspresikan rasa ketidakpuasan dan frustasi mereka karena tidak mampu untuk mencapai keputusan.
     Seorang ahli komunikasi, Evelyn Sieburg bekerja sama dengan Carl Lason melakukan sebuah penelitian tentang bagaimana anggota kelompok menanggapi tindakan komunikatif dari anggota kelompok yang lain dan mengidentifikasi beberapa jenis tanggapan. Tanggapan tersebut adalah tanggapan yang menyenangkan dan tanggapan yang tidak menyenangkan. Secara sederhana, tanggapan yang menyenangkan adalah tanggapan yang menyebabkan orang lebih menghargai diri mereka sendiri. Sedangkan, tanggapan yang tidak menyenangkan adalah tanggapan yang menyebabkan orang kurang menghargai diri mereka sendiri. Identifikasi Sieburg tentang tanggapan yang menyenangkan dan tanggapan yang tidak menyenangkan telah menjadi kontribusi paling penting untuk memahami suasana kelompok. Beberapa tanggapan antar pribadi adalah contoh konkret dari tanggapan yang menyenangkan dan tanggapan yang tidak menyenangkan – misalnya , ketika seseorang merespons orang lain dengan  pujian yang sifatnya terang-terangan atau kritik yang tajam. Alvin Goldberg dan Carl Lason mengidentifikasi bebrapa perilaku, anatara lain sebagai berikut :
1.      Tanggapan yang Tidak Menyenangkan
a.      Tanggapan yang ditahan
     Salah satu pembicara gagal untuk mengakui upaya komunikatif pembicara lain.

b.      Menyela tanggapan
     Salah satu pembicara memotong pembicara lain atau memulai pembicaraan sementara yang lain sedang berbicara.

c.       Tanggapan yang tidak relevan
Seorang pembicara menanggapi pembicaraan, tetapi apa yang diucapkannya itu tidak terkait dengan apa yang telah orang lain bicarakan, memperkenalkan topik baru secara tiba-tiba atau kembali ke topik awal secara mendadak. Pembicara seperti ini biasanya mengabaikan percakapan yang sedang berlangsung.

d.      Tanggapan tangensial
     Seorang pembicara mengakui komunikasi orang lain namun dengan segera mengarahkan pembicaraan ke arah yang lain. Misalnya "Ya, tapi. . . " Atau " Nah, Anda mungkin benar, tapi. . .  " dan kemudian melanjutkan dengan membahas sesuatu yang sangat berbeda dari apa yang sebelumnya dibahas. Tanggapan tangensial dianggap sebagai tanggapan yang paling tidak menyenangkan, karena awalnya mereka mengakui pernyataan orang lain (“Ya, aku mendengarkanmu”) tapi kemudian mengubah subjeknya (“Tapi sekarang aku akan membicarakan tentang diriku”).

e.       Tanggapan impersonal
     Seorang pembicara melakukan monolog atau pidato di depan para anggota kelompok yang lain. Kemudian para anggota kelompok yang lain memberikan tanggapan  terhadap apa yang telah disampaikan oleh pembicara.

f.       Tanggapan inkoheren
Seorang pembicara merespons dengan kalimat yang tidak lengkap; bertele-tele, sulit diikuti pernyataannya ; dengan kalimat yang mengandung banyak unsur mengulang; atau dengan kata seru seperti "Anda tahu" atau "Maksudku."

g.      Tanggapan aneh
Seorang pembicara terlibat dalam perilaku nonverbal yang bertentangan dengan isi vokal dan menghasilkan respons yang dapat disebut aneh. Misalnya, "Siapa yang marah? Aku tidak marah! "(nada marah), atau "Aku sudah mengatakan bahwa aku mencintaimu !!!" (berteriak dan mengancam).

2.      Tanggapan yang Menyenangkan
a.      Pengakuan langsung
Seorang pembicara mengakui komunikasi orang lain dan bereaksi langsung secara lisan.

b.      Kesepakatan tentang isi
Seorang pembicara memperkuat informasi yang diungkapkan oleh yang lain.

c.       Tanggapan yang mendukung
     Seorang pembicara mengungkapkan apa yang telah orang lain katakan atau mencoba  untuk meyakinkan anggota yang lain.

d.      Mengklarifikasi tanggapan
Seorang pembicara mencoba untuk memperjelas pesan atau perasaan orang lain. Klarifikasi  atau memperjelas dilakukan dengan cara meminta informasi lebih lanjut, mendorong orang lain untuk mengatakan lebih, dan mengulangi apa yang dikatakan oleh orang lain.

e.       Mengekspresikan perasaan positif
Salah satu pembicara mengekspresikan perasaan positifnya sendiri terkait dengan apa yang dikatakan orang lain. Misalnya, "Oke, sekarang aku mengerti apa yang Anda katakan."



2.3  Kekompakkan Kelompok
     Secara historis, kekompakkan telah dianggap sebagai salah satu variabel paling penting dalam kelompok kecil. Kekompakkan kelompok adalah tingkat dimana anggota kelompok merasa nyaman dan tertarik satu sama lain. Dalam istilah Perancis yaitu esprit de corps kekompakkan kelompok diartikan sebagai loyalitas,  kebanggaan, dan  semangat kesatuan yang ditunjukkan oleh para anggota kelompok. Hal ini menyangkut pengabdian kepada kelompok, rasa tanggung jawab tiap anggota kelompok, dan selalu berusaha untuk menjaga nama baik kelompoknya.  Kekompakkan kelompok dapat memberikan dampak buruk apabila diikuti dengan tekanan untuk menyesuaikan diri. Hal tersebut dapat mengakibatkan menurunnya kinerja para anggota kelompok.
1.      Komposisi dan Kekompakan : Membangun Tim
Kebanyakan orang bergabung dengan sebuah kelompok karena mereka merasa tertarik terhadap orang-orang yang ada di dalam kelompok itu. Kesamaan anggota kelompok atau  sejauh mana anggota kelompok dapat melengkapi satu sama lain sangatlah berpengaruh dalam perkembangan kekompakan kelompok.
Dalam dunia olahraga, tim terbaik memiliki pemain yang tepat pada posisi yang tepat serta pelatihan yang baik. Pemain dilihat berdasarkan ukuran, kecepatan, agresivitas, lamanya reaksi, dan sebagainya. Pemain yang berbeda cocok untuk posisi yang berbeda. Begitupula dengan tim dan kelompok. Mereka membutuhkan peserta dengan bakat yang berbeda agar dapat melengkapi satu sama lain. Apabila mereka memiliki anggota dengan bakat yang berbeda-beda,  maka kekompakan akan  berkembang dalam  2 hal  yaitu  tugas dan dimensi hubungan. Membangun sebuah kelompok semata-mata atas dasar kesamaan , kemungkinan akan  menyebabkan kekompakan yang kuat  pada dimensi hubungan, tapi biasa-biasa saja sebagai kelompok tugas. Inilah sebabnya mengapa kelompok yang dipilih sendiri sering kurang efektif dan kurang produktif daripada kelompok yang keanggotaannya telah ditetapkan. Karakteristik yang paling menarik dari anggota kelompok yang  dipilih sendiri adalah mungkin mereka merasa tidak  cocok dalam  melakukan pekerjaan ataupun tugas. Dalam sebuah penelitian,  siswa yang membentuk kelompok mereka sendiri melaporkan bahwa kelompok tersebut merupakan salah satu pengalaman terburuk mereka. Keberagaman yang ekstrim dalam suatu kelompok memungkinkan para anggota kelompok membawa berbagai perspektif yang dapat merangsang ide-ide untuk memecahkan masalah, tapi mungkin memberikan efek ketegangan pada aspek hubungan . Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang senang melakukan kerjasama dengan orang-orang yang mereka anggap unggul dalam beberapa hal. Namun, rekan satu tim yang benar-benar  jauh lebih unggul  dapat mengakibatkan tidak hanyak iri tetapi juga meningkatkan sikap pembelaan diri dan perasaan terancam. Kebanyakan kelompok kerja saat ini berasal dari berbagai budaya dan ras yang beragam di samping mencerminkan berbagai bakat dan keahlian. Keberagaman tersebut dapat menjadi sumber kekuatan karena akan  menghasilkan  berbagai perspektif  yang akan  membawa ke  pemecahan  masalah, asalkan kelompok dapat bekerja sama untuk meminimalkan  kesalahpahaman yang mungkin saja muncul karena  adanya keragaman.  Terdapat sebuah istilah yaitu “ Pedang bermata dua dari keberagaman (double-edged sword of diversity)” yang  artinya adalah  keberagaman kelompok dapat menjadi positif atau  negatif  atau bahkan keduanya. Tetapi, negatif atau  positifnya keberagaman sangat tergantung pada konteks yaitu jenis keanekaragaman, sifat tugas, sejarah kelompok, dan kepemimpinannya.

2.      Kekompakkan dan Keuntungan Individu
Kekompakan adalah kombinasi kekuatan yang memegang orang dalam kelompok.  Anggota dapat memperoleh  manfaat dari kerjasama sangatlah tergantung pada kelompok. Orang yang senang dengan kelompoknya, dia akan merasa  kebutuhannya terpenuhi. Faktor penting dari kekompakan kelompok, adalah sejauh mana kelompok tertentu mampu memenuhi kebutuhan anggota kelompoknya. Jika orang  beranggapan bahwa mereka memperoleh  manfaat dari sebuah kelompok dimana tidak mereka dapatkan pada kelompok lain, rasa tertarik mereka terhadap kelompok akan semakin kuat.

3.      Kekompakan dan Keefektifan Tugas
Kinerja kelompok secara keseluruhan memiliki pengaruh yang cukup besar juga dalam menumbuhkan kekompakkan (sukses menumbuhkan kekompakkan). Perhatian untuk tugas kelompok, memungkinkan anggota kelompok selalu berfokus pada tugas kelompok tersebut  dan  dapat bermanfaat ketika tugas selesai dengan sukses. Berikut ini adalah contoh  dari keterkaitan tugas dan dimensi sosial: Mencapai tujuan yang secara umum dapat memberikan pengalaman berharga bagi semua anggota kelompok.

4.      Komunikasi dan Kekompakan
Tidak ada satupun dari faktor-faktor yang telah dijelaskan sebelumnya cukup untuk membangun kekompakkan dalam sebuah kelompok.  Sebaliknya, berbagai faktor tersebut hanya menentukan tingkat kekompakkan kelompok. Komunikasi adalah sarana untuk melakukan interaksi. Melalui komunikasi, kebutuhan individu terpenuhi dan  tugas-tugas terselesaikan. Dengan  kata lain, “Jaringan komunikasi dan pesan yang mengalir dalam kelompok akhirnya menentukan daya tarik kelompok bagi para anggotanya”.
Menurut teori konvergensi simbolik, kelompok mengembangkan identitasnya  yang unik dengan berbagi fantasi atau cerita. Dengan berbagi cerita, perasaan kekompakan cenderung meningkat, misalnya anggota kelompok berbagi cerita dan anggota kelompok lainnya menanggapi cerita-cerita tersebut. Dengan berbagi cerita juga dapat menciptakan ikatan antara anggota kelompok menjadi lebih baik.
Pada pembahasan sebelumnya tentang komunikasi yang sifatnya difensif dan suportif menyarankan beberapa cara agar orang dapat menyesuaikan perilaku komunikatif mereka untuk meningkatkan kekompakkan kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa kekompakkan  berhubungan positif  dengan kesediaan anggota tim untuk berbagi pengetahuan dengan kelompok mereka. Selain kualitas komunikasi, jumlah komunikasi dalam kelompok juga mempengaruhi kekompakkan. George Homans menyatakan bahwa jika "frekuensi interaksi antara dua orang atau lebih meningkat, tingkat suka dengan satu sama lain juga akan meningkat, dan begitupula sebaliknya”. Komunikasi bebas dan  terbuka merupakan  salah satu ciri kelompok yang sangat kompak. Semakin banyak orang  melakukan interaksi, semakin banyak  pula mereka mengungkapkan diri  mereka sendiri kepada orang lain. Melalui komunikasi, orang melakukan negosiasi dalam kelompok, menetapkan tujuan, mengungkapkan persamaan dan perbedaan, menyelesaikan konflik, dan mengekspresikan kasih sayang. Apabila frekuensi komunikasi dalam kelompok meningkat, maka kekompakkan kelompok juga akan meningkat. Komunikasi juga merupakan dasar untuk kepercayaan antar pribadi dalam kelompok.

5.      Kekompakan dalam Tim Virtual
Dibandingkan dengan tim yang biasa sailng  tatap muka, tim virtual sering menunjukkan level yang rendah dari tingkat kepercayaan, kekompakan, dan kepuasan. Seorang peneliti Susan Geister, Udo Konradt, dan Guido Hertel berhipotesis bahwa hal ini disebabkan karena sebagian besar orang yang berkomunikasi dalam tim virtual mengalami  kesulitan dalam memberikan proses umpan balik dalam konteks dunia maya. Penelitian mereka didukung hipotesis lain yaitu kontak teratur dan proses umpan balik yang baik dapat menjurus pada kinerja kelompok yang lebih hebat dan memberikan kepuasan. Pada bab 5 telah dijelaskan tentang beberapa kontak tatap muka awal yang memungkinkan untuk membangun kepercayaan dalam tim virtual. Seandainya ini tidak memungkinkan, penelitian menunjukkan bahwa kehadiran (di mana anggota kelompok virtual secara konsisten tersedia untuk satu sama lain) dapat membantu membangun kepercayaan.

2.4  Jaringan Komunikasi
     Hal lain yang mempengaruhi suasana kelompok adalah jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi merupakan pola interaksi yang terjadi dalam kelompok, atau siapa berbicara kepada siapa. Apabila kamu pernah mengikuti sebuah pertemuan kelompok, pasti ada orang yang berbicara lebih dibanding yang lainnya. Lain kali ketika berada dalam sebuah kelompok, catat siapa sedang berbicara dengan siapa. Kamu akan menemukan bahwa orang-orang  relatif sedikit berkomentar ke grup secara keseluruhan, namun mereka mengarahkan sebagian besar dari apa yang mereka katakan dalam kelompok ke arah orang-orang tertentu. Dalam beberapa kelompok, komunikasi cenderung akan didistribusikan secara merata di antara anggota kelompok. Gambar 6.1 merupakan sebuah distribusi. Pada kelompok lain, anggota kelompok mengarahkan kepada satu orang saja, mungkin pemimpin ataupun ketua. Gambar 6.2 merupakan pola komunikatif.

  
Ini termasuk pola melingkar, dimana orang berbicara dengan orang yang duduk di sampingnya, atau pola linear, di mana orang berkomunikasi dalam semacam reaksi berantai. Pola-pola ini dapat dibangun ke dalam kelompok sejak awal, atau mereka mungkin muncul secara spontan. Jaringan informasi cenderung stabil dari waktu ke waktu. Setelah orang membangun saluran komunikasi, mereka terus menggunakan saluran yang sama. Jaringan informasi ini mempengaruhi iklim kelompok serta produktivitas kelompok. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa "kelompok yang memaksimalkan komunikasi yang sifatnya bebas, umumnya lebih akurat dalam mencapai keputusan meskipun memakan waktu lebih lama”. Orang juga cenderung merasa puas berada dalam kelompok dimana mereka berpartisipasi secara aktif. Ketika interaksi terkesan seperti tertahan atau membuat putus asa, orang menjadi kurang memiliki kesempatan untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam kelompok. Kelompok dengan jaringan komunikasi terpusat (lihat Gambar 6.2) tentu lebih efisien. Efisiensi tersebut yang meningkatkan kekompakkan dalam kelompok, namun bukti yang cukup menunjukkan bahwa jaringan komunikasi bebas dan terbuka yang mencakup semua orang dalam kelompok (lihat Gambar 6.1) menyebabkan penilaian kelompok menjadi lebih akurat serta pencapaian tujuan menjadi lebih baik dan kinerja tugas yang semakin baik.

2.5  Ukuran Kelompok
     Dalam sebuah kelompok, terdapat hubungan positif antara tingkat partisipasi dan tingkat kepuasan individu. Secara jelas, ukuran kelompok meningkat, kesempatan untuk berinteraksi dengan anggota lainnya menurun..Ketika ukuran kelompok meningkat, kompleksitas meningkat dan prinsip semakin berkurang. Selain itu, upaya anggota kelompok secara individu cenderung menurun. Sebuah penelitian menemukan bahwa ukuran kelompok sangat berhubungan dengan kesempatan untuk berinteraksi : Ketika ukuran kelompok meningkat, kesempatan untuk interaksi menurun.  Berapa ukuran kelompok yang optimum? Kelompok harus cukup besar untuk menampung orang-orang dengan keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan berbagai tugas dalam kelompok, tetapi cukup kecil untuk mendorong partisipasi secara maksimal.
     Seorang peneliti Susan Whelan meneliti bahwa kelompok-kelompok kecil cenderung bergerak melalui fase-fase yang lebih cepat sehingga menjadi lebih produktif  dari kelompok yang lebih besar. Dalam penelitiannya, kelompok yang terdiri dari 3 atau 6 orang dianggap lebih produktif dibandingkan kelompok yang terdiri dari 7 sampai 10 orang. Untuk kontak tatap muka, kelompok kecil sering lebih baik dalam hal kekompakan dan produktivitas. Dalam kelompok dan tim virtual ukuran kelompok tampaknya menjadi sesuatu yang kurang penting.

2.6  Suasana Kelompok dan Produktivitas
     Sejauh ini kita telah membahas banyak sekali variabel yang mempengaruhi suasana kelompok (perilaku mempertahankan diri, tanggapan yang menyenangkan dan tanggapan yang tidak menyenangkan, kekompakkan kelompok, ukuran kelompok) dan kita telah mengetahui beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki suasana kelompok. Ketika komunikasi belangsung secara terbuka dan bebas dan ketika semua orang berpartisipasi, orang akan cenderung merasa tertarik kepada kelompok tersebut dan tanpa disadari kepuasan pribadi akan terpenuhi. Alasan lain mengapa kita perlu mengembangkan dan menjaga suasana kelompok agar tetap menjadi suasana yang positif adalah suasana sangat mempengaruhi produktivitas. Ada bukti kuat yang menyatakan bahwa faktor-faktor seperti norma-norma kerja serta kekompakan berinteraksi dalam kelompok dan tim, mampu meningkatkan produktivitas.
     Dalam kelompok bermedia komputer, keakraban anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok yang lain memiliki efek positif terhadap efisiensi kelompok. Ketika keakraban dalam kelompok meningkat, waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan menurun. Bagaimanapun, anggota kelompok bermedia komputer melaporkan kepuasan yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tatap muka. Selain itu, ada bukti yang menyatakan bahwa akurasi keputusan untuk kelompok bermedia computer lebih rendah dibandingkan kelompok tatap muka.
     Hubungan saling percaya adalah di mana kita merasa  bisa mengandalkan orang lain untuk berperilaku dengan cara tertentu dan terdapat rasa saling menghormati. Ahli komunikasi Judy Pearson dan Paul Nelson mencatat terdapat dua jenis kepercayaan yang relevan dengan komunikasi kelompok kecil:
1.      Memiliki kepercayaan mengenai penyelesaian tugas berarti anggota dapat mengandalkan satu sama lain untuk menyelesaikan sesuatu. Konflik yang biasa terjadi dalam sebuah kelompok adalah memiliki anggota yang tidak memberikan kontribusi ketika mengerjakan tugas, sehingga anggota kelompok yang lain harus mengambil alih tugas tersebut. Itulah yang terkadang membuat anggota kelompok yang lain menjadi marah dan membuat suasana kelompok menjadi tegang. Memiliki kepercayaan antarpribadi itu berarti anggota kelompok yang satu percaya bahwa anggota kelompok yang lain sedang menjalankan tugasnya dengan usaha terbaik mereka.


2.      Ketika sebuah kelompok memiliki kepercayaan, suasana terbuka dan tingkat  kekompakan yang tinggi , anggota tidak akan takut dengan ketidaksepakatan dan konflik yang terjaadi ketika mereka mengerjakan tugas. Kelompok yang kompak memiliki ikatan sosial yang cukup kuat untuk mentolerir konflik. Melalui konflik yang sifatnya destruktif, kelompok akan berhubungan dengan isu-isu yang sulit. Konflik itu terjadi biasanya dikarenakan orang tidak percaya satu sama lain dan lebih mengedapankan sifat individualitas mereka. Bagaimanapun, menghindari masalah tidak akan memberikan kejelasan pada masalah-masalah tersebut. Dan ketidakjelasan mengakibatkan kelompok sukar mencapai solusi yang efektif. Merupakan sebuah kesalahan apabila menganggap bahwa suasana kelompok yang positif dan kekompakkan kelompok menjadikan setiap orang baik sepanjang waktu. Dalam kelompok yang tingkat kekompakkannya sangat tinggi, anggota tahu bahwa pandangan mereka tidak akan ditolak. Oleh karena itu mereka lebih bersedia untuk mengungkapkan pandangannya tersebut, meskipun mereka tahu apabila mengungkapkan pandangan tersebut dapat menimbulkan perselisihan. Ernest Borman menyatakan bahwa apabila seseorang berada dalam kelompok yang tingkat kekompakkannya tinggi, orang tersebut akan berkata “Kamu salah!” atau “Aku setuju!”. Sebaliknya, apabila seseorang berada dalam kelompok yang kekompakkannya kurang maka orang tersebut akan berkata “Aku tidak mengerti” atau “Aku bingung”. Anggota kelompok yang tingkat kekompakkannya tinggi biasanya secara pribadi berkomitmen untuk kesejahteraan kelompok dan untuk menyelesaikan tugas kelompok. Komitmen pribadi ini menunjukkan bahwa kelompok ini mampu memnuhi kebutuhan masyarakat lebih baik dibandingkan kelompok lain. Ketika hal ini terjadi, orang yang berada dalam kelompok yang kompak akan ketergantungan pada kelompok tersebut. Ketergantungan ini meningkatkan kekuatan kelompok di atas individu. Anggota kelompok yang kompak lebih mudah memberikan pengaruh pada satu sama lain dan lebih mudah dipengaruhi oleh satu sama lain. Faktor-faktor ini (komitmen pribadi untuk kelompok, ketergantungan pribadi kepada kelompok, kekuatan kelompok di atas individu yang ada dalam kelompok) datang bersama-sama dalam suasana kelompok yang positif. Hasilnya adalah kelompok yang kompak bekerja lebih keras dibandingkan kelompok yang kurang kompak. 

Comments