Berbagi materi seputar dunia ilmu komunikasi

Pengikut

Eksistensi Manusia sebagai Makhluk Sosial berdasarkan Prespektif Komunikasi


 

Disampaikan oleh Dr. Dadang Sugiana, Drs., M. Si dosen Fakultas Ilmu Komunikasi
Wakil Dekan I bidang Akademik Kemahasiswaan Inovasi dan Kerjasama

Manusia pada dasarnya memiliki dua dimensi yaitu sebagai makhluk individual (psiologis) dan sosial yang bergantung pada orang lain. Karakteristik manusia yang saling berkomunikasi merupakan salah satu ciri sebagai makhluk sosial. Dalam konsep keilmuan komunikasi, manusia bisa dilihat sebagai makhluk komunikan, partisipan komunikasi. Ada beberapa konsep yang memandang manusia sebagai makhluk komunikasi yang lebih banyak diadopsi dari prespektif keilmuan sikologi. Konsep sikologi manusia yang pertama dari teori sikoanalisis bisa dirumuskan dalam istilah homopolets artinya manusia berkeinginan yang mengatakan bahwa dalam diri manusia ditandai adanya interaksi diantara ketiga sub sistem dalam kepribadian manusia itu sendiri yaitu ide, ego dan super ego.
Ide adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia. Dengan kata lain ide semacam pusat insting atau hawa nafsu. Ada dua insting yang dominan yang pertama adalah libido yaitu insting reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan manusia yang bersifat konstruktif. Yang keduna thanatos itu adalah insting desktruktif dan agresif. Jika tadi libido disebut sebagai insting kehidupan atau eros, tidak hanya meliputi dorongan seksual tetapi segala hal yang mendatangkan kenikmatan termasuk misalnya pemujaan pada tuhan dan cinta diri atau narsisem. Sebaliknya thanatos merupakan insting kematian, semua motif manusia adalah gabungan antara eros dan thanatos. Ide sebagai sub sistem pertama bergerak berdasarkan prinsip kesenangan. Ide bersifat egoistiss cenderung tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Ide merupakan tabiat hewani manusia. Ide sendiri sebenarnya tidak mampu memuaskan keinginannya.
Sub sistem yang kedua, ego. Ego adalah mediator antara tuntutan hewani (ide) dengan tuntutan realitas yang ada di dunia luar (akal). Ego menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewani dan hidup sebagai wujud yang rasional. Ini hanya berlaku pada diri manusia normal yang sehat dari secara sikologis. Jika dalam diri ada bisikan yang mendorong berprilaku buruk, maka saat itu sebenarnya sedang terjadi konflik antara ide dengan ego yang mendorong untuk berpikir rasional. Ketika ide mendesak untuk membalas, ego akan memperingatkan dengan pertimbangan positif.
Yang ketiga super ego, unsur moral semacam polisi kepribadian yang mewakili sesuatu yang ideal yang seharusnya, yang mengedepankan prinsip moralitas. Dengan kata lain super ego adalah hati nurani yang merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultural masyarakatnya sehingga adanya rasa malu, menyesal dan lain sebagainya. Super ego kadang memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tak berlainan ke alam bawah sadar. Baik ide maupun super ego kedua-duanya berada di alam bawah sadar manusia. Sementara ego berada di tengah. Jika ide berkonflik dengan super ego maka yang terjadi adalah kecemasan. Ketegangan yang timbul diatasi oleh dua hal yaitu menyerah sehingga ada gerakan dari super ego untuk menghukum kita (ide yang menyerah) dengan penyesalan dan rasa bersalah. Untuk menghindari ketegangan, konflik atau frustasi ego secara tak sadar menggunakan mekanisme pertahanan ego yaitu nalar yang digunakan.
Manusia sebagai makhluk komunikasi bisa dipandang dalam konsep bihaveiour. Manusia merupaka makhluk yang pasif yang disebut homomekaniskus. Dalam perkembangannya dikenal dengan teori belajar, seluruh prilaku manusia kecuali insting adalah merupakan hasil proses belajar. Dalam prespektif behaveiourisme belajar adalah perubahan prilaku organisme dari pengaruh lingkungan.

No comments:

Post a Comment

Sesame Street Elmo
Copyright © Jurnal Komunikasi. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design