Mahzab Frankfurt merujuk pada sekolah secara fisik maupun mahzab atau aliran pemikiran yang didirikan pada 1923 oleh Theodor Adorno dan Max Horkheimer. Fungsinya sebagai pengembangan teori dan penelitian kritis yang menjadi kritik teoritis terhadap kapitalisme modern dimana kebudayaan dan ideologi memiliki kedudukan serta arti penting. Tokoh intelektual yang terkenal dalam konteks ini adalah Theodor Ardono, Max Horkheimer, Eric Fromm, Herbert Mercuse dan Walter Benjamin.
Modus
utamanya adalah kritik terhadap zaman pencerahan, dimana pada saat itu ilmu
pengetahuan dan rasionalitas telah menindas kebebasan manusia. Ardono dalam
buku The Culture Industry; Enlightement
as Mass Deception mendapatkan pengaruh
dari beberapa tokoh yaitu
teori Karl Marx tentang alienasi dan fetisisme komoditas, Max Weber tentang
Intrumental Reason dan George Lukacs tentang reifikasi atau objektifikasi
kesadaran dimana benda estetis menjadi
ekonomis. Dalam bukunya One Dimensional Man, Herbert Marcuse
tahun 1964 menjelaskan mengenai repersi sosial,
control social, false needs atau kebutuhan palsu dalam mass
media serta bagaimana manusia kehilangan kemanusiannya dan menjadi mesin
konsumeris. Contoh seperti bagaimana
orang-orang saat ini rela membeli tas-tas branded
dengan harga jutaan bahkan ratusan
juta, padahal fungsinya sama saja dengan tas biasa dengan harga yang jauh lebih
murah.
Di
era Fordism pada tahun 1940 sampai dengan 1970-an, orientasi pada produksivitas
menciptakan budaya produksi massal yang membuat produk menjadi terstandarisasi
dan para pekerja buruh terspesialisasi. Artinya barang yang dihasilkan memiliki
jumlah yang banyak, serupa dan para pekerja hanya terpaku pada bagian
pekerjaannya masing-masing saja
(sesuai jobdesc). Sedangkan di era
post Fordism yang terjadi di akhir 1970-an, orientasi berubah pada pelayanan,
produk menjadi beragam karena adanya fragmentasi dengan pasar yang
tersegmentasi.
Fetisisme
komoditas dilatarbelakangi oleh adanya pergeseran yang terkait dengan aspek
budaya, dimana nilai tukar suatu benda melampaui nilai manfaat. Asas pertukaran
memaksakan kekuatannya secara khusus dalam dunia benda-benda budaya. Contoh
saat memposting sebuah tiket konser pertunjukan musik di media sosial menjadi lebih
penting dibandingkan dengan
menikmati pertunjukkan itu sendiri.
Musik pop yang dihasilkan oleh industri
didominasi oleh dua proses, yakni standarisasi dan individualisasi semu.
Standarisasi merupakan kemiripan antar satu lagu pop dengan lagu pop yang
lainnya. Sedangkan individualisasi semu merupakan perbedaan-perbedaan yang
sifatnya kebetulan, yakni bagaimana standarisasi bisa disamarkan. Contohnya
pada perfilman di Indonesia, khususnya film-film horor yang mengangkat tema serupa dengan
alur yang bisa atau mudah ditebak,
perbedaannya hanya terletak pada rangkaian alur dan penokohannya saja.
No comments:
Post a Comment