Komunikasi Antarpribadi: Ilkim dalam Komunikasi Kelompok bagian I


Pengertian iklim menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan hawa (suhu, kelembapan, awan, hujan, dan sinar matahari) pada suatu daerah dalam jangka waktu yang agak lama (30 tahun) di suatu daerah. Namun, kata iklim yang terdapat pada judul bab 6 ( “Memperbaiki Iklim Kelompok”) artinya adalah suasana.
2.1  Suasana yang Mendukung dan Suasana yang Tidak Mendukung
     Bagaimana anggota kelompok berkomunikasi dengan  anggota kelompok yang  lain sangatlah bergantung pada suasana yang ada dalam kelompok. Dalam beberapa kelompok, kita mungkin merasa didukung, namun dalam kelompok yang lain kita mungkin malah merasakan sebaliknya. Selama beberapa tahun, seorang ahli psikologi sosial Jack Gibb mengamati tentang perilaku komunikasi orang-orang yang berada dalam kelompok dan mengidentifikasi beberapa kategori perilaku yang dapat menyumbangkan suasana mendukung dan tidak mendukung. Beliau menyarankan bahwa suasana yang tidak mendukung  sebaiknya dihilangkan dalam  kelompok  manapun.
     Orang yang mempunyai perasaan difensif  biasanya cenderung selalu berusaha untuk melindungi dirinya sendiri – cemas dengan apa yang dia rasakan, sibuk memikirkan bagaimana cara agar dia selalu menang dalam segala aspek, umumnya dia selalu berusaha untuk mempertahankan diri. Selain itu, dia tidak akan bersusah payah menghabiskan energinya hanya untuk menjalin hubungan dengan anggota kelompok yang lain. Dia bekerja hanya untuk mencapai tujuan kelompok saja. Ketika anggota kelompok merasakan suasana yang mendukung dalam kelompok, mereka akan mampu fokus pada kelompok tersebut beserta dengan tugas-tugasnya.
            Berikut ini adalah beberapa kategori menurut Jack Gibb :


1.      Evaluasi versus Deskripsi
Pemecahan masalah dalam kelompok kecil melibatkan hasil dan evaluasi ide-ide. Tidak semua ide itu sempurna, dan kelompok harus berusaha menemukan cara agar dapat mencapai keputusan yang efektif. Ketika sesorang memberikan ide yang  jauh dari kata sempurna, kita dapat menanggapinya dengan mengatakan “Dasar idiot! Itu adalah ide paling bodoh yang pernah aku dengar!” atau  kita dapat mengatakan “Aku pikir ide tersebut dapat kita terapkan pada masalah kita. Namun, ide tersebut mungkin akan memunculkan masalah-masalah baru lagi.” Tanggapan yang pertama tersebut merupakan contoh dari evaluasi. Sedangkan, tanggapan yang kedua merupakan salah satu contoh dari deskripsi. Tanggapan yang kedua dianggap lebih efektif dan terkesan memberikan dukungan (supportive). Ide yang diungkapkan mungkin saja sangat mengerikan dan tidak masuk akal, tapi paling tidak tanggapan yang kedua membuat sang pencetus ide tidak tampak bodoh dan merasa lebih dihargai. 

2.      Mengendalikan versus Orientasi Masalah
Perilaku komunikatif  yang bertujuan untuk mengendalikan orang lain dapat menghasilkan anggota kelompok yang cenderung selalu mempertahankan diri. Contoh konkret dari perilaku mengendalikan  (control) adalah perilaku para tenaga penjualan. Berbagai taktik persuasif bertujuan untuk mengendalikan perilaku (seperti halnya mahasiswa yang menonton iklan  televisi). Usaha untuk mengendalikan orang lain diawali dengan cara meletakkan asumsi-asumsi ke dalam otak mereka.
Dalam sebuah kelompok, orientasi masalah adalah pendekatan yang  lebih efektif. Apabila orang lain memandang kamu sebagai orang yang benar-benar senantiasa  berusaha untuk mencari  solusi yang menguntungkan semua pihak (bukan hanya diri  kamu sendiri), persepsi tersebut akan  menjadikan  suasana kelompok yang  lebih mendukung, kekompakan yang lebih besar, dan meningkatkan produktivitas.


3.      Strategi versus Spontanitas
Secara sederhana, strategi adalah komunikasi yang telah direncanakan sebelumnya.  Strategi untuk mendapatkan informasi dapat dilakukan dengan pura-pura bertindak marah,bertindak misterius, atau cemberut.
Jika orang  lain melihat diri kamu sebagai orang yang bertindak secara spontan atau sebagai orang yang tiba-tiba dan secara jujur merespon situasi saat itu, kemungkinan besar kamu dapat membuat suasana dalam kelompok menjadi lebih mendukung.

4.      Kenetralan versus Empati
Dalam sebuah kelompok diperlukan rasa empati atau kepedulian. Apabila kita bersikap tidak peduli atau cuek terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam kelompok, mungkin saja akan mengakibatkan anggota kelompok yang lain merasa pasrah dan putus asa. Hal ini dikarenakan anggota kelompok yang lain harus mengerjakan tugas yang seharusnya menjadi bagian orang lain. Dengan demikian, keterlibatan dan kepedulian terhadap tugas serta kepedulian terhadap anggota kelompok yang lain sangatlah dibutuhkan, karena kepedulian tersebut akan dilihat sebagai rasa dukungan.

5.      Keunggulan versus Kesetaraan
Apabila seseorang merasa lebih unggul dibanding anggota kelompok yang lain, kelompok kecil bukanlah tempat yang tepat untuk menunjukkannya. Mungkin kamu pernah mengalami ketika murid-murid yang  lain mendekati kamu di kelas setelah ujian dan bertanya “Berapa nilai yang kamu dapat?” Seringkali murid-murid  ini menggunakan pertanyaan tersebut  sebagai pendahuluan (basa-basi) untuk menunjukan/memamerkan  nilai besar yang mereka dapatkan. Kebanyakan orang berpikir perilaku seperti itu merupakan perilaku yang buruk.
Di dalam kelompok, beberapa orang menduhulukan ucapan mereka dengan kata seperti “jelas-jelas/yang jelas” atau  menunjukan pengetahuan, pengalaman atau hal-hal lain yang mereka anggap lebih baik dari yang orang lain miliki untuk membuat mereka merasa lebih unggul. Kemungkinan besar, perilaku/kebiasaan mereka tersebut akan mendapat balasan. Orang-orang menciptakan suasana yang lebih mendukung dalam sebuah kelompok  saat mereka menunjukan kesediaan  mereka untuk turut serta berpartisipasi dalam rencana yang telah dibuat dengan rasa saling percaya dan saling menghargai.

6.      Kepastian versus Kesementaraan
Pernahkah kamu menemui orang yang selalu merasa bahwa pendapatnya selalu benar dan sulit untuk dibantah, serta tidak memiliki toleransi terhadap orang-orang yang bersikap salah? Orang yang sangat dogmatik tersebut sangat mudah dikenali karena selalu menciptakan rasa kepasrahan untuk orang lain.
Dalam sebuah kelompok, individu-individu cenderung lebih efektif apabila sikap mereka yang biasa muncul ditahan  untuk sementara waktu. Dengan kata lain, mereka harus benar-benar berkomiten untuk memecahkan suatu  masalah daripada hanya percaya pada isu-isu. Apabila orang-orang tetap membuka diri mereka untuk informasi-informasi baru,  dari  waktu ke waktu,  mereka  akan menjadi anggota kelompok yang dapat menciptakan suasana kelompok yang lebih mendukung.
Sebagai komunikator, kita harus dapat mengontrol atau menjaga perilaku kita  sendiri. Pengetahuan kita tentang  perilaku yang sifatnya defensif dan  suportif  akan  membuat pekerjaan kelompok kita  menjadi lebih efektif . Kita juga sudah mengetahui tentang  sikap-sikap defensif maupun sikap suportif, jadi kita dapat memilih sikap mana yang seharusnya kita gunakan dalam kelompok. Hal ini bertujuan  untuk menciptakan suasana yang mendukung dalam kelompok dan kerja kelompok akan menjadi lebih efektif.

Di bawah ini merupakan perbedaan dari suasana yang mendukung dan suasana yang tidak mendukung :

Comments