Berbagi materi seputar dunia ilmu komunikasi

Pengikut

Ideologi, Budaya, Budaya Populer dan Makna Kontekstual




Ideologi merujuk pada kumpulan ide sistematis yang diartikulasikan oleh sekelompok orang tertentu.  Ideologi juga bisa diartikan sebagai topeng distorsi atau penyembunyian tertentu yang digunakan untuk menunjukkan bagaimana beberapa teks praktik menyajikan gambar realitas yang terdistorsi. Semua teks pada alibinya bersifat politis. Artinya mereka menawarkan signifikasi ideologis yang bersaing tentang cara dunia seharusnya. Menurut Roland Bartes, ideologi berpotensi pada tingkat konotasi, makna sekunder yang seringkali tidak disadari dan dibawa oleh teks dan praktek atau dapat dibuat untuk dibawa. Menurut Louis Arthusser, ideologi tidak hanya sebagai tubuh ide, tetapi sebagai praktik material. Maksudnya ideologi dijumpai dalam praktek sehari-hari, tidak hanya dalam ide-ide tertentu tetapi juga tentang kehidupan sehari-hari.
Istilah Budaya menurut Raymond Williams (1983), terdiri ata beberapa konteks berikut, yakni; proses umum perkembangan intelektual, spiritual dan estetika. Sebagai cara hidup tertentu dan sebagai praktik dan penandaan makna. Sedangkan istilah popular menurut Williams (1983), merujuk ada beberapa pengertian berikut ini; disukai banyak orang, indie (kecil dan mandiri), hiburan (menyenangkan orang-orang), dan dibuat oleh masyarakat untuk mereka sendiri.
Adapun pengertian budaya populer, diantaranya yaitu budaya yang disukai banyak orang (sedang viral), contohnya K-POP, meme, dan lain sebagainya. Budaya populer juga bisa dikatakan sebagai sisa (residu) dari budaya elit atau tinggi (budaya superior), yang disebut dengan budaya inferior. Contoh budaya tinggi pada kalangan cendikiawan atau bangsawan dan terpelajar adalah kesukaan mereka terhadap musik klasik, sedangkan budaya rendah terdapat pada kalangan rakyat biasa  yang diwakili dengan musik pop. Budaya populer dianggap juga sebagai media massa, yakni budaya komersial yang tanpa harapan. Diproduksi dan dikonsumsi secara massal, dimana audiensnya adalah massa konsumen yang tidak diskriminatif. Budaya populer dianggap pelarian atau sebagai fantasi publik. Contohnya ketika banyak meme khalayan tentang liburan dirumah saja saat orang pergi berlibur ke luar negeri. Budaya populer berasal dari rakyat dan dapat mewakilinya. Contoh lagu-lagu Iwan Fals yang banyak menyalurkan aspirasi rakyat. Mengacu pada analisis Marxist Italia, Antonio Gramsci, khususnya pada perkembangan hegemoni, yakni bagaiamana hegemoni ada dimana-mana. Budaya populer adalah yang diinformasikan oleh pemikiran baru-baru ini, seputar perdebatan tentang postmodernis, bagaiamana budaya populer mudah digantikan dengan yang lebih baik dan lebih baru. Seperti bagaiamana dulu musik melayu sempat menjadi trend di kalangan masyarakat Indonesia yang akhirnya tergantikan dengan musik rap atau EDM di masa kini.
Kesimpulannya, bahwa budaya populer adalah budaya yang hanya muncul setelah industrialisasi dan urbanisasi. Budaya populer dalam hal lain saat ini sudah tidak lagi marjinal, justru menjadi panggung utama dan kajian penting dalam bidang-bidang tertentu. Misalnya mempelajari teks di TV, Film, dan lain-lain. Selain itu, dapat mempelajari budaya serta praktik dalam kehidupan, contohnya gaya hidup dan penampilan yang mengikuti trend artis Kpop. Contoh-contoh budaya populer lainnya sebagai budaya inferior adalah popular press, polular cinema, dan popular entertainment yang bertentangan dengan budaya superior yaitu quality press, art cinema dan art itu sendiri.
Kontekstualitas makna penting untuk bisa memahami arti suatu hal. Kata konteks berasal dari bahasa Inggris yang juga berasal dari kata Latin contextus, yang berarti bergabung bersama, dan contexere, yang berarti menenun bersama. Konteks adalah teks-teks lain yang membuat teks tertentu sepenuhnya bermakna. Teks-teks lain ini bergabung bersama dengan teks yang dimaksud untuk menghasilkan makna. Namun, konteks tidak boleh dianggap sebagai hanya teks yang digabungkan dengan teks lain. Ketika mencoba memahami sebuah teks, selalu hadir serangkaian praduga yang menyediakan kerangka kerja untuk analisis. Asumsi ini membantu membangun konteks spesifik untuk pemahaman tentang teks tertentu dan disatukan di sekitar teks yang akan dianalisis.
Teks tidak memiliki makna intrinsik; makna adalah sesuatu yang diperoleh teks dalam konteks tertentu. Dengan kata lain, tidak ada 'teks itu sendiri' yang tidak terganggu oleh konteks dan aktivitas pembaca: teks selalu dibaca dan dipahami dalam kaitannya dengan teks lain. Tetapi suatu konteks hanya merupakan perbaikan sementara dari makna, karena konteks mengubah makna. Contohnya, penggunaan kata 'itu' berkali-kali selama seharian dan pada setiap kesempatan apa yang dirujuk, apa yang digabungkan mungkin berbeda.
Teks-teks yang membentuk konteks dapat berupa apa saja yang memungkinkan dan membatasi makna. Misalnya, menonton televisi jarang seperti membaca buku. Kita cenderung membaca dalam keheningan ketika kita berkonsentrasi pada kata-kata di halaman, makan, minum, mengobrol, bermain dengan anak-anak, merapikan, dan berbagai kegiatan lainnya adalah hal yang sering menemani menonton televisi. Ini adalah konteks untuk sebagian besar menonton televisi, kecuali kita menganggapnya serius, kita tidak akan mengerti apa yang kita sebut 'menonton ‘televisi.’ Kita tentu saja tidak boleh menganggap konteks sebagai sesuatu yang stabil dan tetap, menunggu secara pasif untuk dimasukkannya teks tertentu. Sama seperti konteks memungkinkan dan membatasi makna teks, teks membatasi dan memungkinkan makna konteks adalah hubungan yang aktif dan interaktif.

No comments:

Post a Comment

Sesame Street Elmo
Copyright © Jurnal Komunikasi. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design